Angan-Angan Dusta

21.27.00



"Semoga kruiclsnya ibu dijauhin Alloh dari TV dan youtube yang udah makin gak bener dari hari ke hari"  – said Nida, sambil ketawa-ketawa bego nontonin Pewdiepie di youtube.

"Semoga krucilsnya ibu dijauhin Alloh dari musik"  – said nida, sambil joget-joget dengerin Foster the People.

"Semoga krucilsnya ibu dimudahkan Alloh untuk bisa jadi hafidz Qur'an, hapal hadits, matan kitab-kitab, dll"  – said nida, yang setoran baca qur'an harian aja dipertanyakan.

"Semoga krucilsnya ibu dimudahkan Alloh untuk jadi cendekiawan muslim"  – said nida, yang dengerin orang diskusi tentang ilmu pengetahuan aja rasanya udah mau nangis.



Nasehat dari Ustadz Hasan Al-Jaizy di akun FB beliau:




Sekadar mengingatkan, kalau teman-teman ber-euforia dengan berita demi berita di medsos tentang al-Hafizh Musa, namun tidak ada self-development, tidak ada perubahan jadwal menuju kebaikan (hafalan atau pemahaman), dan tetap saja kembali seperti semula, maka sebenarnya teman-teman ini sedang:
PHP-in dirinya sendiri.
Bayangkan saja. Ada orang membohongi dirinya sendiri. Memberi harapan palsu buat dirinya sendiri. Berharap punya anak berprestasi tapi tidak memulai. Ini namanya bukan raja' (harapan) tetapi tamanny (angan-angan belaka). Seperti kata al-Imam al-Mubarakfury dalam Tuhfah al-Ahwadzy, bahwa di antara senjata setan adalah tamanny kadzib (angan-angan dusta).
Angan-angan dusta itu adalah berharap positif tanpa perubahan menuju hal yang positif tersebut.
Coba, berapa kalimat 'Masya Allah' atau 'Subhanallah' yang diucap saat membaca kabar kehebatan dan perjuangan para Syanaqithah dalam menghafal al-Qur'an, hadits dan matan-matan beberapa bulan lalu? Kabar itu sempat booming. Lalu bilang, 'pengen kayak mereka' meski dalam hati. Tapi apa follow-up-nya? Ga ada.
Sekadar kepengen.
Sekadar kepengen itu bukan cita-cita sama sekali. Cuma lipsync sementara karena euforia kabar terkini yang menakjubkan.
Dalam ad-Daa' wa ad-Dawaa', atau al-Jawab al-Kafy, Ibnul Qayyim berkali-kali berlembar-lembar mengingatkan yang intinya berharap (raja') itu harus ada ikhtiyar (usaha) juga. Ga bisa cuma suka doang. Cuma bicara saja. Cuma kagum saja. Hasil sesuai dengan ikhtiyar, dan itu pun semampunya.
Mungkin kita ga bakal bisa hafal satu juz dalam setahun....
Tapi kalau satu ayat sehari saja tidak pernah memulai, yaaa.....
Berita demi berita tentang al-Hafizh Musa itu bukan sekadar supaya antum/antunna merasa senang semata, malu sementara, membanggakannya di depan kelompok lain, membandingkannya dengan pembalap, atau bla bla bla, yang tak mengubah porsi buka medsos yang selama ini: JAUH LEBIH BANYAK dibandingkan membuka al-Qur'an, atau tafsirnya, atau kitab-kitab ilmu.
Justru kabar-kabar indah itu harusnya membuat kita malu. Ya jangan malu sementara saja lalu selesai. Malu yang membuat kita berubah. Yang tadinya suka debat di medsos ya malu. Hafalan atau pemahaman belum seberapa, tapi sudah rajin rutin nambah beban umat. Bukannya mikir sudah hafal berapa, atau sudah faham ayat dan hadits mana, malah mikir bikin status apa buat ngebantah atau nyindir fulan atau kelompok fulan. La haula wa la quwwata illa billah.
Juga, jangan mentang-mentang hafalan sedikit dan ilmu belum seberapa, kita dengan entengnya bilang:
"Jangan sesali kita belum kuasai ilmu ini dan belum hafal itu, tapi sesali kalau kita belum mengamalkan ilmu .... "
Seolah-olah mencari ilmu bukanlah suatu pengamalan ilmu. Mencari ilmu adalah pengamalan ilmu yang besar, ya ikhwah.
Dan membenamkan diri di medsos membaca berita politik, perdebatan antar muslim, atau mengikuti diam-diam akun fulan dan fulan yang sering memanas, malah sangat mungkin merupakan bentuk:
"tidak mengamalkan ilmu"
Sesalilah itu...
Sesalilah juga, bangga akan al-Hafizh, tapi sendirinya tidak mau berubah lebih baik lagi.
Ayo, mari berubah menjadi lebih baik. Anak kecil sudah membuat kita malu. Dan berjalan di tempat bagi seorang muslim sama dengan mundur; karena kita dituntut untuk menjadi lebih baik everyday. Baarakallaahu fikum.

You Might Also Like

0 komentar

Subscribe